PENYESALAN SHINTA
Karya : Miftah Ihza Ainul Yaqin
Karya : Miftah Ihza Ainul Yaqin
Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di situlah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang dialami SHINTA memang biasa, terjadi pada manusia umumnya. Tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya sebagaimana pungguk merindukan bulan.
Sudah dua minggu ia memendam seribu rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang saat melihat sang pujaan hatinya.
“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunan Shinta.
“Iya... Ri, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Qori. Shinta
“Masak lo main rahasiaan sama geng sendiri,” tutur temannya lagi.
Shinta mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Qori. Qori dari geng The SERIES, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.
Shinta nyaris nggak bergerak. Menyadari cowok tampan yang sedang ditaksirnya itu ada di meja belakangnya. Saat sedang barengan dengan teman-teman aja Shinta sudah nervous .... apalagi sekarang ia sedang sendirian. Tapi untuk yang satu ini, rasa ingin tahunya jauh lebih besar. Dan apa tadi? Mereka lagi ngomong soal gebetannya Qori. Wah..... Wah....
“Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Tumbuhan?” tanya teman Qori.
Deg, Shinta nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat ia tinggal? Jalan itukan kecil, jadi ia kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahunya semakin memuncak.
“Iya, anak kelas satu juga. aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Qori terdengar riang.
Jantung Shinta berdegup kencang. Ia semakin yakin , selain dia ngak ada anak kelas satu SMA tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, Shinta memang selalu jadi juara satu sejak cawu pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Qori itu dirinya?.
“Wah, playboy satu ini sudah berketuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.
“Oh my god,” Shinta nyaris menahan napas.
“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.
“Shinta,” jawab Qori.
Kali ini Shinta nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya ia melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana dia berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Qori naksir dia. Berita ini wajib diceritakan pada sohib-sohibnya.
Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Qori naksir dia. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti dia. Shinta bernyanyi bahagia.
“Kamu nggak sedang melamun Shin?” kata Intan sambil terkikik.
“Iya Shin, jangan-jangan itu cuma halusinasi aja,” timpal Shafina.
Shinta pura-pura merengut sambil berucap “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.
“Bukan begitu Shinta, Kalau benar Qori naksir kamu, kok bisa tenang-tenang aja sih?” kata Intan dan Shafina.
Ruth mencoba menengahi. “Kan Qori sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.
“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Shinta tersenyum bahagia.
Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Shinta menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Shinta dan mbak Tami.
Shinta mulai tidak sabar. Sedari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah BeTe.
“Shinta bangaun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Shinta membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.
“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Shinta melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Shinta mulai kebingungan.
Shinta akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.
“O ya Shinta. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Shinta cuma mengangguk tanpa semangat.
Ketika melewati rumah Bu Nanda, Shinta melihat seorang gadis cantik lekuar dari rumah diikuti seorang cowok. “Oh my god”, Shinta terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.
Dengan gemetar Shinta bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?
“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Shinta,” jawab Mamanya.
Shinta terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Shinta terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.
KARYA : MIFTAH IHZA AINUL YAQIN
0 komentar:
Posting Komentar