DENGAN APA KU MEMBALAS IBU
Karya : Miftah Ihza Ainul Yaqin
Karya : Miftah Ihza Ainul Yaqin
Bu, aku minta uang untuk beli jajan tadikan sudah bantu ibu masak. Spontan lalu ibuku pun memarahiku. Semenjak kecil aku memang dibatasi untuk jajan, kalaupun dikasih pasti ibuku bilang
”untuk ditabung saja! Ngapain jajan terus yang penting sudah makan”.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku merasa ibu hanya perduli dengan kakak saja. Apapun yang aku ingin kan tak pernah ibu turuti dengan mudah. Kadang terbesit dipikiranku ibuku pelit ! aku iri dengan temanku yang selalu bercerita kalau ia habis dibelikan baju oleh ibunya, habis pergi kesalon bersama ibunya. Dulu aku hampir tak ada cerita tentang ibuku. Apapun yang aku inginkan aku beli sendiri. Bu, aku ingin baju itu. Bu, ingin pergi kesalon. Kata-kata itu hampir tak pernah ia hiraukan. Bahkan ia memarahiku ketika aku mulai meminta ini itu.
”untuk ditabung saja! Ngapain jajan terus yang penting sudah makan”.
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku merasa ibu hanya perduli dengan kakak saja. Apapun yang aku ingin kan tak pernah ibu turuti dengan mudah. Kadang terbesit dipikiranku ibuku pelit ! aku iri dengan temanku yang selalu bercerita kalau ia habis dibelikan baju oleh ibunya, habis pergi kesalon bersama ibunya. Dulu aku hampir tak ada cerita tentang ibuku. Apapun yang aku inginkan aku beli sendiri. Bu, aku ingin baju itu. Bu, ingin pergi kesalon. Kata-kata itu hampir tak pernah ia hiraukan. Bahkan ia memarahiku ketika aku mulai meminta ini itu.
Setiap akan pergi ke sekolah ibuku memberiku uang saku 2000 hingga 2500. Itupun masih harus aku tabungkan dicelenganku setiap pulang sekolah. Pikirku, aku punya tabungan juga untuk apa, nantinya aku ambil untuk beli kebutuhanku sendiri. Dan bambu tua itu menjadi tempat penyimpanan uangku yang paling aman. Ya ibuku membuatkanku celengan dari bambu bekas.
“Bu, kenapa tidak ibu belikan aku celengan yang bagus seperti temanku?”. Celengannya lucu berbentuk kucing. Untuk apa nantinya juga kamu hancurkan, manfaatkan barang yang masih bisa dimanfaatkan. Ibu kan sudah buatkan kamu celengan dari bambu” Jawab ibuku sembari menyapu diruang tamu. Lagi lagi aku berpikir ibuku pelit !
Waktu itu penerimaan raport kelas 11 ( SMA) dengan senyum raut wajah yang bahagia ibuku keluar dari kelas, ia memberitahu bahwa aku dapat peringkat 1, bahagia nya aku. Begitu sampai diambang pintu rumah, aku bilang kepada ibuku, “Bu sebagai hadiah belikan handphone yah bu, yang ini sudah rusak, ini juga aku beli sendiri. Normi juga sudah dapat rangking 1”. Aku berpikir dalam hati. Aku yakin ibuku akan membelikan ku handphone. Tapi ternyata aku salah, lagi-lagi aku dimarahi.
“Untuk apa kamu dapat rangking pertama kalau kamu minta hadiah? Pintar untuk siapa? Untuk kamu sendiri. Kalau ingin handphone ya nabung mulai dari sekarang”.
“Kenapa sih kan aku cuma minta dibelikan handphone, temanku rangking 4 saja dibelikan handphone. Yang tidak rangking saja dibelikan ini itu”, jawabku dengan nada tinggi.
Entahlah kenapa ibuku selalu bilang demikian, memang menabung itu bagus tapi aku juga ingin dibelikan. Setidaknya uang tabunganku ingin aku simpan hingga entah kapan.
Tapi kini, setelah hidupku jauh dari ibu, aku mulai merenungkan semua hal yang telah ibu ajarkan kepadaku. Sekarang aku sangat mencintai ibuku bahkan aku anggap ibuku sebagai ibu yang luar biasa. Bisa mendidikku dengan sabar hingga akhirnya aku mengerti kenapa ibuku melakukan semua itu.
Seperti yang aku kutip dari syair lagu IBU _ Iwan Fals
lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
“Dengan apa aku membalas “IBU”
Bersyukur terlahir dari rahim seorang ibu yang tangguh dan hangat sepertinya. Ia adalah Wonder Women di keluargaku. Selama 9 bulan aku bernafas didalam perut ibu, dan pada saat itu juga segala keperihan, kesusahan yang ibu alami, dengan tangguh dan sabar ia jalani. Hingga aku pun terlahir ke dunia fana ini.
Ibu maffkan aku. Betapa perdulinya ibu, tapi dulu aku menganggap bahwa ibuku pelit, mengapa bisa aku berpikir demikian, betapa bodohnya aku. Aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya.
Uang sakuku dulu yang hanya 2500 sekarang mengajarkan aku untuk menghargai seberapapun uang yang aku miliki harus aku gunakan sebaik-baiknya. Dan uang yang dulu aku miliki, itupun milik ibu, yang ibu dapatkan dari bekerja susah payah ia mendapatkan uang, aku hanya bisa meminta dan menghabiskan.
Celengan bambuku mengajarkan, untuk memanfaatkan apapun yang masih bisa digunakan untuk tetap bisa dimanfaatkan, mengutamakan apa yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan. Kebiasaanku menabung yang dulu membuatku menjadi beban, tapi kini aku terbiasa menabung. Ini mengajarkan aku untuk tidak boros, tidak menghambur-hamburkan uang dengan membeli sesuatu yang tidak perlu dan dengan tabungan ini aku bisa memperhitungkan apa saja jika ada pengeluaran yang tak terduga.
Waktu aku rangking 1 minta dibelikan handphone dan ibuku marah, sekarang aku bisa berpikir aku pandai untuk siapa? untukku sendiri, ilmu yang aku dapatkan ini untuk bekalku kedepan, orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Anaknya pintar itu suatu hadiah untuk orang tua. Orang tua mana yang tidak bangga jika anaknya pandai? Orang tua mana yang tidak mendoakan anaknya setiap saat setiap waktu.
Handphone itu, mengajarkan aku selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang aku mau dengan usahaku sendiri. Aku harus berusaha, tidak boleh bergantung kepada orang lain. Siapa yang menjalani hidup ini kalau bukan diriku sendiri, apa jadinya jika aku terus bergantung dengan ibu. Ibu, pastinya tak akan selalu bersamaku.
Ibu maffkan aku, terimakasih ibu, kau telah mengajarkan aku banyak hal. Hidupku sekarang lebih baik dari yang dulu, sekarang aku mengerti semua yang dulu ibu ajarkan bermanfaat untukku sekarang dan mengerti apa artinya bersyukur.
Betapa bersyukurnya aku mempunyai ibu yang sangat menyayangiku. Ingin rasanya terus disisinya memeluknya setiap waktu. Kini setelah aku sadar Tak ada seorangpun ibu yang tak menyayangi anaknya. Tak perduli berapa kali aku membuat ia marah, dengan cara apapun ia akan tetap menyayangiku. Guru terbaik ialah ibu, dokter terbaik ialah ibu. Karena naluri seorang ibu tak akan pernah hilang.
Sudahkan kamu meminta maff kepada ibu mu ? sudahkah kamu bersyukur dengan apa yang kamu miliki sekarang? Sudahkah kamu berusaha untuk apa yang kamu inginkan? Kini aku terus mengingat pertanyaan-pertanyaan itu, agar aku selalu ingat apa yang telah ibu ajarkan kepadaku.
“Bu, kenapa tidak ibu belikan aku celengan yang bagus seperti temanku?”. Celengannya lucu berbentuk kucing. Untuk apa nantinya juga kamu hancurkan, manfaatkan barang yang masih bisa dimanfaatkan. Ibu kan sudah buatkan kamu celengan dari bambu” Jawab ibuku sembari menyapu diruang tamu. Lagi lagi aku berpikir ibuku pelit !
Waktu itu penerimaan raport kelas 11 ( SMA) dengan senyum raut wajah yang bahagia ibuku keluar dari kelas, ia memberitahu bahwa aku dapat peringkat 1, bahagia nya aku. Begitu sampai diambang pintu rumah, aku bilang kepada ibuku, “Bu sebagai hadiah belikan handphone yah bu, yang ini sudah rusak, ini juga aku beli sendiri. Normi juga sudah dapat rangking 1”. Aku berpikir dalam hati. Aku yakin ibuku akan membelikan ku handphone. Tapi ternyata aku salah, lagi-lagi aku dimarahi.
“Untuk apa kamu dapat rangking pertama kalau kamu minta hadiah? Pintar untuk siapa? Untuk kamu sendiri. Kalau ingin handphone ya nabung mulai dari sekarang”.
“Kenapa sih kan aku cuma minta dibelikan handphone, temanku rangking 4 saja dibelikan handphone. Yang tidak rangking saja dibelikan ini itu”, jawabku dengan nada tinggi.
Entahlah kenapa ibuku selalu bilang demikian, memang menabung itu bagus tapi aku juga ingin dibelikan. Setidaknya uang tabunganku ingin aku simpan hingga entah kapan.
Tapi kini, setelah hidupku jauh dari ibu, aku mulai merenungkan semua hal yang telah ibu ajarkan kepadaku. Sekarang aku sangat mencintai ibuku bahkan aku anggap ibuku sebagai ibu yang luar biasa. Bisa mendidikku dengan sabar hingga akhirnya aku mengerti kenapa ibuku melakukan semua itu.
Seperti yang aku kutip dari syair lagu IBU _ Iwan Fals
lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
“Dengan apa aku membalas “IBU”
Bersyukur terlahir dari rahim seorang ibu yang tangguh dan hangat sepertinya. Ia adalah Wonder Women di keluargaku. Selama 9 bulan aku bernafas didalam perut ibu, dan pada saat itu juga segala keperihan, kesusahan yang ibu alami, dengan tangguh dan sabar ia jalani. Hingga aku pun terlahir ke dunia fana ini.
Ibu maffkan aku. Betapa perdulinya ibu, tapi dulu aku menganggap bahwa ibuku pelit, mengapa bisa aku berpikir demikian, betapa bodohnya aku. Aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya.
Uang sakuku dulu yang hanya 2500 sekarang mengajarkan aku untuk menghargai seberapapun uang yang aku miliki harus aku gunakan sebaik-baiknya. Dan uang yang dulu aku miliki, itupun milik ibu, yang ibu dapatkan dari bekerja susah payah ia mendapatkan uang, aku hanya bisa meminta dan menghabiskan.
Celengan bambuku mengajarkan, untuk memanfaatkan apapun yang masih bisa digunakan untuk tetap bisa dimanfaatkan, mengutamakan apa yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan. Kebiasaanku menabung yang dulu membuatku menjadi beban, tapi kini aku terbiasa menabung. Ini mengajarkan aku untuk tidak boros, tidak menghambur-hamburkan uang dengan membeli sesuatu yang tidak perlu dan dengan tabungan ini aku bisa memperhitungkan apa saja jika ada pengeluaran yang tak terduga.
Waktu aku rangking 1 minta dibelikan handphone dan ibuku marah, sekarang aku bisa berpikir aku pandai untuk siapa? untukku sendiri, ilmu yang aku dapatkan ini untuk bekalku kedepan, orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Anaknya pintar itu suatu hadiah untuk orang tua. Orang tua mana yang tidak bangga jika anaknya pandai? Orang tua mana yang tidak mendoakan anaknya setiap saat setiap waktu.
Handphone itu, mengajarkan aku selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang aku mau dengan usahaku sendiri. Aku harus berusaha, tidak boleh bergantung kepada orang lain. Siapa yang menjalani hidup ini kalau bukan diriku sendiri, apa jadinya jika aku terus bergantung dengan ibu. Ibu, pastinya tak akan selalu bersamaku.
Ibu maffkan aku, terimakasih ibu, kau telah mengajarkan aku banyak hal. Hidupku sekarang lebih baik dari yang dulu, sekarang aku mengerti semua yang dulu ibu ajarkan bermanfaat untukku sekarang dan mengerti apa artinya bersyukur.
Betapa bersyukurnya aku mempunyai ibu yang sangat menyayangiku. Ingin rasanya terus disisinya memeluknya setiap waktu. Kini setelah aku sadar Tak ada seorangpun ibu yang tak menyayangi anaknya. Tak perduli berapa kali aku membuat ia marah, dengan cara apapun ia akan tetap menyayangiku. Guru terbaik ialah ibu, dokter terbaik ialah ibu. Karena naluri seorang ibu tak akan pernah hilang.
Sudahkan kamu meminta maff kepada ibu mu ? sudahkah kamu bersyukur dengan apa yang kamu miliki sekarang? Sudahkah kamu berusaha untuk apa yang kamu inginkan? Kini aku terus mengingat pertanyaan-pertanyaan itu, agar aku selalu ingat apa yang telah ibu ajarkan kepadaku.
KARYA : MIFTAH IHZA AINUL YAQIN
0 komentar:
Posting Komentar