The Alien

Cerpen singkat ( Dialog ) "Dirimu itu adalah Alasannya"

| Sabtu, 03 Mei 2014

Dirimu itu adalah alasannya



Semua orang berharap dirinya mampu menjadi yang terbaik untuk orang-orang yang mereka sayangi, saat mereka gagal. Ada sebagian dari mereka menghapus semua harapannya.

Kenalkan, namaku deva.

Mungkin hal pertama yang aku tau tentang cinta adalah suatu yang begitu luar biasa dan mampu membuat semuanya terasa indah. Tapi, cinta juga dapat membuat seseorang seperti tak memiliki jiwa.

Sudah lama aku tak merasakan cinta, hingga dia datang dan merubah semuanya.


Seseorang yang begitu istimewa.. 

Ketika itu aku sedang berjalan-jalan meninkmati senja, tepat dibawah pohon besar aku melihat seorang wanita sedang duduk disebuah bangku taman sambil menikmati hembusan angin, wajahnya terlihat seperti sedang bersedih.


Aku pun memberanikan diri untuk mendekatinya dan berkenalan dengan dia. 

"Hai, sendirian aja nih?" tanya ku.
"iya nih hehe." dia menjawab.
"Boleh aku temani?" Ungkap ku.
Dia menjawab dengan lembut, "Iya tentu boleh".
"Oh iya kelanalin, aku deva" 
"Aku Shinta" 

Akhirnya kami berjabat sebagai tanda perkenalan. 
Tidak buang-buang waktu, aku langsung mulai mencari bahan pembicaraan agar tidak terlalu membosankan. 
  
Kita bercerita banyak, dia sosok wanita yang baik..
Tak lama aku mulai mecoba menanyakan tentang apa yang terjadi pada dirinya, tapi dia enggan memberi tahu aku masalah yang membuatnya murung sore itu. 

Setelah cukup lama mengobrol dengannya dan suasana sudah hampir gelap, aku harus segera pulang lalu kami akhirnya berpisah.

Sebelum beranjak pergi, aku meminta nomer Shinta agar bisa berkomunikasi dengan dirinya.

Lalu, aku melanjutkan perjalana menuju rumah..

Ke esokan harinya.. Saat akan pulang dari kampus, aku mencoba menghubungi Shinta untuk mengajaknya jalan-jalan dan mencari makan.

Shinta pun menerima ajakanku, aku bergegas pergi ke rumah Shinta yang tak jauh dari taman tempat kemarin kami bertemu..


Sesampainya, aku turun dari mobil dan berjalan menuju rumah Shinta..

Ternyata Shinta sudah bersiap untuk pergi, dia terlihat sangat cantik..

Akhirnya kita pergi berdua.. 
Di perjalanan Shinta melanjutkan pembicaraan yang sempat terpotong kemarin sore.. 


Kami pun menikmati hari itu dengan canda tawa.. 



Setelah hari itu, Aku jadi sering mengajak Shinta pergi jalan-jalan. 

Sudah 4 bulan berlalu, sepertinya perasaan ku pada Shinta itu benar-benar berubah. 
Sekarang aku mulai mencintai dia, rasanya sangat berbeda jika dekat dengan dirinya.

Aku harus segera memberitahunya..

Tepat pukul 4 sore,  Aku mencoba mengajak Shinta ke taman tempat pertama kali kita bertemu, di sana aku ingin sekali mengungkapkan semua perasaan yang aku rasakan.

Mungkin terlalu cepat, tapi..

Aku takut ada orang lain yang tiba-tiba menghancurkan semuanya.. 
Baik, disaat itu juga aku mencoba mengungkapkan semua perasaan yang ada dibenakku.. 

Sambil memegang tanganya,"Shin, aku mau jujur soal perasaanku".
"Iya, ada apa dev?" bisik Shinta.
Aku yang kebingungan, mulai terteguh dan tetap memberanikan diri,"Aku sayang kamu, apa kamu mau jadi pacar aku?" 
Shinta menjawab dengan wajah yang sedikit tertunduk,"Maaf dev, Maaaaf banget aku nggak bisa..."
"Nggak bisa?" Sontak hatiku mati rasa..
"Iya dev, Maaf aku nggak bisa nolak kamu" Shinta menjawab lalu tersenyum manis. 
"Serius?!!" Tanya ku yang kegirangan.

Lalu aku memeluknya dan berkata bahwa "aku mencintaimu.." 


Tapi, 
Shinta membalasna dengan ucapan "Matahari itu setia, rela menyinari bumi tanpa mengharapkan balasan. Ya, seperti kamu"

Dalam pikiran ku, ucapan Shinta itu sulit dimengerti dan aku tak tau apa maksud dirinya.
Aku hanya mengangguk dan berpura-pura mengerti.

Saat itu mungkin adalah hari yang istimewa untuk kita berdua..


Hampir 7 bulan hubugan aku dengan Shinta, Rasanya semakin hari rasa sayang kepadanya semakin bertambah saja.

Siang itu,

Aku berniat menjemput Shinta untuk membeli sesuatu, Ketika sampai dirumahnya.. Suasananya begitu sepi dan seperti tak ada siapapun disana. 

Oh ternyata mereka sedang pergi ke rumah sakit, selesai aku tanyakan pada pembantunya. Anehnya saat aku tanyakan siapa yang sakit, pembantunya tidak tau.

Akhirnya aku memutuskan pulang untuk mengerjakan tugas kuliah ku dulu dan kembali ke rumah Shinta menjelang malam. 


Matahari pun mulai meredupkan sinarnya,
Pikirku Shinta sudah pulang, ternyata benar.. kemudian aku mencoba mengetuk pintu rumahnya, tak lama ada seseorang yang membuka..

Ternyata itu Ayahnya, dia memberi tahu bahwa Shinta sedang tidur karena kelelahan.


Ketika aku beranjak pulang, Ayahnya memanggil dan mengajak ku mengobrol,

ditengah pembicaraan aku bertanya siapakah yang sakit hingga perlu dibawa ke dokter.. seketika wajah Ayahnya terlihat cemas dan bingung. 

Seperti ada hal yang sangat di khawatirkan...
Lama tak menjawab, Aku mencoba menanyakannya kembali..

Akhirnya ayah Shinta mau bercerita.

"DAAAAAAAGG!!" Sontak jantung ku seperti tak berdetak, sekujur tubuhku lemas dan rasanya aku tak bisa merasakan apa-apa..


Ayahnya memberi tahukan bahwa Shinta mengidap penyakit Kanker stadium akhir dan dia hanya memiliki waktu kurang dari 2 bulan saja untuk hidup.


Hatiku menjerit dengan keras,"Tak mungkin, Tuhan tak adil" ketika aku mendengar kabar dari Ayahnya. 


Lantas, 
Ayahnya langsung berbisik,"Mungkin dia sudah tak memiliki harapan untuk hidup, tapi dia memiliki kesempatan untuk tetap bahagia di sisa hidupnya dan Bapak yakin Dava bisa membuat dia bahagia disisa hidupnya".
"Iya insyallah, pak" jawab ku dengan wajah yang tetap menahan kesedihan. 



Kemudian aku berpamitan untuk pulang..

Esok paginya, aku langsung berangkat menjemput Shinta dan mengajaknya pergi untuk menghirup udara segar di kota Lembang, tempat ini memang indah dan sangat sejuk.





Aku berpikir dengan ini keadaan Shinta bisa membaik, tapi ternyata tidak...
Hampir 1 bulan aku melihat kondisinya tampak memburuk, aku sangat sedih..bagaimana tidak, melihat orang yang kita sayangi merintih kesakitan dan kita tak mampu berbuat banyak.

Suatu hari, sepulang dari rumah teman kampusku..

Shinta menelepon dan menyuruh agar aku pergi ke taman dimana tempat pertama kali kita bertemu.

Kemudian aku bergegas pergi, sesampainya aku melihat Shinta sedang duduk sendirian..

Aku berlari dan memeluk Shinta..


"Sedang apa kamu di sini bukankah harusnya kan kamu istirahat". Aku megomel 

Dia cuman tersenyum kecil dan bersandar di bahu ku..


"Diva, Maafkan aku jika enggak bisa lagi ada untukmu suatu saat nanti" ujar Shinta, "Kamu ngomong apa sih? Kamu pasti bisa sembuh kok Shinta" Aku menyahut perkataanya.


Sambil menahan sakit ia berkata,"Seperti kataku dulu, kamu bagaikan matahari untuk hidupku. Menyinari dan menemaniku meski kamu tau aku tak akan pernah bisa sembuh, tapi kamu tetap ada dan tak pernah mengharapkan balasan. Terima kasih Diva." lalu, Shinta memelukku.


Semakin lama pelukan dia seperti melemah dan terlepas, aku fikir Shinta hanya tertidur.


Tangannya terjatuh dari pundakku, namun badannya tetap aku peluk.. 

Tetapi..
Saat aku sadar..

Bahwa Shinta sudah tiada, 
Ternyata itu lah hari terakhir hidup Shinta, tepat di taman tempat pertama kali kami bertemu, Shinta menghembuskan nafas terakhirnya.

Aku baru mengerti perkataan dia dulu, kesetiaan cinta tak pernah mengharapkan balasan.. 

Selamat jalan Shinta, Jika aku memang matahari bagimu. Kau adalah alasan aku tetap bersinar, tertanda Diva.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲